Analisis Jurnal Mengenai
PEMBANGUNAN SUMBER ENERGI TERBARUKAN DI PEDESAAN
SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT
Ditulis oleh : Abida Muttaqiena
NOVEMBER 2011
1. Pendahuluan
Eksistensi sumber energi, khususnya listrik,
termasuk salah satu infrastruktur vital dalam pembangunan suatu wilayah. Adanya
sumber energi listrik secara tidak langsung dapat meningkatkan kualitas dan
daya tarik kehidupan di pedesaan, dua hal yang menjadi tujuan pembangunan
pedesaan. Namun demikian, kenaikan harga BBM dan kelangkaan sumber daya energi
mengancam penyediaan energi di pedesaan. Disinilah peran sumber energi
terbarukan agar masyarakat di pedesaan mampu berswasembada energi dan
mengurangi ketergantungan pada sumber energi fosil yang cenderung memberikan
efek negatif terhadap lingkungan.
Paper ini menganalisis empat penelitian terdahulu
yang relevan dengan isu tersebut, yaitu Welfare Impacts of Rural
Electrification: A Case Study from Bangladesh (Khandker et al, 2009), Solar
PV Rural Electrification and Energy-Poverty: A Review and Conceptual Framework
with Reference to Ghana (Obeng & Evers, 2009), Mengembangkan
Kapasitas Masyarakat Pedesaan dalam Berswasembada Energi Melalui Pendidikan:
Pengembangan Energi Hijau (Green Energy) sebagai Energi Alternatif
(Siswiyanti & Jahi, 2006), dan Membangun Desa Mandiri Energi Berbasis
PLTMH di Kabupaten Klaten (Supardi, 2007). Rangkuman singkat dari masing-masing penelitian
akan dibahas pada bagian 2 dalam paper ini. Sedangkan bagian 3 akan berisi
kesimpulan dari keseluruhan penelitian serta gambaran menyeluruh mengenai pembangunan
sumber energi terbarukan sebagai upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat
pedesaan. Bagian 4 merupakan penutup yang memberikan rekomendasi bagi berbagai
pihak terkait, khususnya Pemerintah, Masyarakat, dan Akademisi.
2. Program Elektrifikasi di Pedesaan dan
Sumber Energi Terbarukan
Khandker et al (2009) dan Obeng & Evers (2009)
sepakat bahwa kurangnya akses listrik merupakan salah satu halangan terbesar
pertumbuhan dan pembangunan pedesaan di negara berkembang. Walaupun listrik
saja tidak akan mampu mengentaskan kemiskinan, namun tidak adanya berbagai
manfaat dan kemudahan yang dapat diperoleh dengan adanya listrik akan
mempersulit program-program pembangunan yang telah dan akan dijalankan.
Sebaliknya, keberadaan listrik di perdesaan mampu memberikan dampak signifikan
bagi kesejahteraan masyarakat.
Dengan menggunakan teknik estimasi ekonometri, Worldbank
melakukan penelitian atas pembangunan jaringan listrik di Bangladesh yang telah
dilakukan oleh Rural Electrification Board (REB) Bangladesh sejak tahun 1978.
Perbandingan antara pencapaian pasca elektrifikasi rumah tangga yang telah
memiliki jaringan listrik dengan kondisi rumah tangga yang belum memiliki
jaringan listrik pada tahun 2004 menunjukkan bahwa pembangunan jaringan listrik
di Bangladesh memberikan dampak positif secara signifikan pada pendapatan dan
belanja rumah tangga serta hasil pendidikan. Tambahan pada pendapatan total
bisa mencapai 30 %, dan manfaatnya terus meningkat seiring dengan bertambahnya
jumlah rumah tangga yang menggunakan jaringan listrik. Selain itu, walaupun
biaya yang dibutuhkan untuk elektrifikasi tersebut cukup besar, namun manfaat
yang diperoleh masih jauh lebih besar.
Manfaat-manfaat elektrifikasi ini digali lebih
luas oleh Obeng & Evers dalam studinya mengenai National Electrification
Scheme (NES) yang diadakan oleh Pemerintah Ghana dengan bantuan dari berbagai
organisasi pembangunan seperti World Bank, JICA, UNDP, dan lain sebagainya.
Berdasarkan studi literatur, Obeng & Evers membangun sebuah kerangka konsep
pengaruh program elektrifikasi Solar Photovoltaic (Solar PV) terhadap rumah
tangga dan perusahaan yang mencakup lima sektor, yaitu pendidikan, kesehatan,
informasi, agrikultur, dan perusahaan mikro. Studi ini juga mengungkap isu-isu
keberlanjutan NES, termasuk tingginya biaya komponen Solar PV, kerjasama dengan
lembaga donor, dan kontroversi seputar subsidi Solar PV. Peran lembaga donor
dalam NES cukup dilematis karena pemerintah Ghana sendiri mengalami kesulitan
dalam mengorganisir pendanaan dari dalam negri, padahal lembaga-lembaga
tersebut memiliki tujuannya sendiri dan dukungannya tidak bisa diberikan secara
terus menerus.
Terkait dengan isu keberlanjutan dalam program
pengadaan energi ini, Siswiyanti & Jahi mengajukan model pendekatan
pendidikan bagi masyarakat dalam usaha swasembada energi di Indonesia. Kemiskinan
di pedesaan yang kontras dengan fakta kekayaan energi terbarukan yang ada di
alam Indonesia memerlukan adanya ‘penyadaran kritis’ agar masyarakat memahami
bahwa mereka memiliki potensi SDA, punya akses terhadap SDA di lingkungan mereka,
serta punya kewenangan dan mampu menggunakannya untuk memenuhi kebutuhan energi
mereka. Proses penyadaran kritis ini diharapkan akan mampu mendorong masyarakat
untuk berperan aktif dalam rangka berswasembada energi agar masyarakat tidak
tergantung pada pasokan dan subsidi pemerintah serta dapat memanfaatkan SDA
yang mereka miliki, khususnya untuk wilayah pedesaan terpencil dan sulit
dijangkau.
Contoh swasembada energi di pedesaan dipaparkan
oleh Supardi dalam observasinya mengenai Desa Mandiri Energi (DME) di Kabupaten
Klaten. DME merupakan program yang dicanangkan pemerintah untuk mengatasi
kondisi dimana 45% desa dari 75.000 desa di Indonesia yang dikategorikan
sebagai desa tertinggal sangat minim infrastruktur dan fasilitas penunjang.
Melalui DME, desa diharapkan mampu memenuhi kebutuhan energinya sendiri,
sekaligus menciptakan lapangan kerja dan
mengurangi kemiskinan dengan mendorong kemampuan masyarakat dan pengguna
sumber daya setempat, serta mengurangi ketergantungan pasokan energi pada pihak
lain. DME di Klaten berbasis energi mikrohidro yang merupakan potensi energi
terbesar disana. DME ini selanjutnya tercermin dalam pemanfaatan Pembangkit
Listrik Tenaga Mikrohidro (PLTMH) untuk meningkatkan kegiatan produktif
masyarakat dan memenuhi kebutuhan energi rumah tangga setempat.
3. Pembangunan Sumber Energi Terbarukan Sebagai Upaya Meningkatkan Kesejahteraan
Masyarakat Pedesaan
Dari pembahasan sebelumnya, dapat disimpulkan
bahwa pembangunan sumber energi terbarukan adalah vital bagi upaya meningkatkan
kesejahteraan masyarakat pedesaan.
Krisis energi yang terjadi akibat tingginya harga
bahan bakar minyak (BBM) dan menipisnya persediaan sumber energi fosil
meningkatkan kesadaran dunia akan pentingnya pengembangan sumber energi alternatif.
Di sisi lain, energi dibutuhkan dalam pembangunan desa, apalagi di tengah
globalisasi dan kemajuan teknologi informasi saat ini. Energi, khususnya energi
listrik, dibutuhkan untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat; memperbaiki
fasilitas kesehatan desa, meningkatkan akses ke media-media pendidikan dan
informasi, memberikan rasa aman dan meningkatkan keterlibatan masyarakat desa
dalam politik dan pengambilan keputusan. Selain itu, penyediaan energi juga
akan meningkatkan produktivitas masyarakat baik melalui perbaikan atas
pemrosesan output hasil pertanian maupun pembukaan industri dan lapangan kerja
baru.
Indonesia dikatakan memiliki kekayaan sumber
energi terbarukan yang banyak dan beraneka ragam, antara lain biomassa (kayu,
limbah pertanian/perkebunan/hutan, komponen organik dari industri dan rumah
tangga, kotoran ternak), energi angin, energi surya, tenaga air, panas bumi). Namun,
kekayaan sumber energi terbarukan di Indonesia belum teridentifikasi dan
tereksplor secara optimal. Bahwa Indonesia dikatakan memiliki potensi energi
angin, surya, air, dan lain-lain, semua klaim tersebut baru merupakan estimasi
kasar dan baru sejumlah kecil yang terbukti. Berbeda dengan NES di Ghana. Sejak
awal dicanangkannya program elektrifikasi, Ghana sudah melakukan identifikasi
yang menunjukkan bahwa energi surya merupakan kunci sumber energi bagi
pembangunan jangka panjang dan suplai listrik yang berkelanjutan, khususnya
bagi upaya pengurangan kemiskinan di pedesaan. Berbeda juga dengan kasus di
Bangladesh, dimana masyarakatnya didorong untuk memasang jaringan listrik
secara sukarela oleh REB.
Untuk menghadapi situasi ini, pembangunan sumber
energi terbarukan di pedesaan perlu diprioritaskan. Pemerintah perlu melakukan
langkah konkrit untuk mengadakan lebih banyak lagi DME, sekaligus meningkatkan
partisipasi masyarakat untuk menjaga keberlangsungan program. Selanjutnya, ini
dapat menjadi titik tolak pengembangan pusat-pusat pertumbuhan di pedesaan.
Dalam jangka panjang, kerangka ini dapat
digambarkan sebagai berikut:
Gambar 1. Pembangunan Sumber Energi
Terbarukan di Pedesaan Sebagai Upaya Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat
Pedesaan dalam Jangka Panjang
Pada putaran awal, pertama-tama perlu dilakukan pengamatan
atas kondisi di desa, kebutuhan desa tersebut akan sumber energi terbarukan,
potensi sumber energi apa yang ada di wilayah tersebut, dan sejauh mana
kemampuan desa untuk mengelola sumber energi yang ada. Kedua, pemerintah dan
masyarakat bersama-sama mengidentifikasi tindakan-tindakan yang perlu diambil
untuk pembangunan sumber energi tersebut; menyusun perencanaan awal hingga
skema monitoring dan perawatan. Bercermin dari NES Ghana dan elektrifikasi
Bangladesh, upaya pembangunan sumber energi ini dapat pula melibatkan pihak
ketiga, yaitu lembaga-lembaga donor dan sektor privat. Langkah ketiga merupakan
pembangunan sumber energi terbarukan yang diharapkan.
Putaran-putaran selanjutnya terjadi setelah terdapat
sumber energi terbarukan di sebuah desa, yaitu upaya pemanfaatan dan swasembada
energi oleh masyarakat setempat. Pertama, masyarakat memanfaatkan energi yang
dihasilkan. Kedua, dilakukan identifikasi mengenai sejauh mana kebutuhan energi
warga dapat dipenuhi oleh sumber energi tersebut, dan kemungkinan-kemungkinan
di masa depan. Dalam tahap ini, masyarakat desa merupakan aktor utama yang akan
menentukan arah pengelolaan sumber energi yang ada. Ketiga, dilakukan upaya
perawatan atas sumber energi serta rencana peningkatan kapasitas pemenuhan
energi sesuai kebutuhan.
Skema ini berputar terus menerus hingga pada
jangka panjang diharapkan akan memberikan manfaat-manfaat sebagai berikut
secara terus menerus:
- Meningkatnya
aksesibilitas desa yang berimplikasi positif pada pembangunan desa sebagai
sebuah wilayah.
- Akses
ke penerangan, televisi, telepon, dan internet yang lebih stabil karena tidak
tergantung pada aliran listrik dari wilayah lain.
-
Mempermudah
dan meningkatkan interaksi antar masyarakat dari wilayah berbeda
-
Membantu
mensukseskan berbagai program pemerintah di pedesaan.
-
Meningkatkan
wawasan dan partisipasi politik masyarakat.
- Meningkatnya
kualitas hidup masyarakat melalui peningkatan dalam sektor pendidikan,
kesehatan, keamanan, dan lain sebagainya.
-
Meningkatkan
jumlah jam belajar dan akses ke media-media pembelajaran elektronik.
-
Berkurangnya
pencemaran udara dalam ruangan yang berasal dari lampu minyak.
- Perbaikan
layanan kesehatan di malam hari, terutama dalam penyediaan bantuan bagi Ibu
melahirkan.
-
Penerangan
jalan untuk lebih menjamin keamanan di malam hari.
- Mengukuhkan
swasembada energi nasional.
-
Mengurangi
kerusakan lingkungan akibat eksplorasi sumber energi fosil.
-
Menyediakan
aset bagi sustainable development.
-
Meningkatkan
kemandirian wilayah pedesaan dengan memenuhi kebutuhan energi desa melalui
pemberdayaan SDA setempat
- Meningkatnya
produktivitas nasional
-
Membuka
kesempatan kerja baru.
-
Pengelolaan
hasil-hasil pertanian secara lebih baik.
-
Pembukaan
industri baru di pedesaan.
4. Penutup
Dalam rangka pembangunan sumber energi terbarukan
sebagai upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat pedesaan di masa depan,
penulis merekomendasikan :
- Pada
kalangan akademisi agar melakukan penelitian-penelitian lebih lanjut
mengenai subjek ini baik dari perspektif sosial, lingkungan, ekonomi,
maupun studi pembangunan.
- Pada
pemerintah agar meningkatkan jumlah DME dan memprioritaskan realisasi DME
dalam program pembangunan di desa-desa yang kaya sumber daya alam.
- Pada masyarakat desa agar terus meningkatkan kesadaran, kemampuan, dan partisipasinya dalam upaya penghematan energi dan pengembangan energi alternatif.
Referensi
Khandker, Shahidur R., et al (2009). Welfare Impacts of Rural
Electrification: A Case Study from Bangladesh. World Bank
Policy Research Working Paper Series. Retrieved at September 13, 2011, from http://papers.ssrn.com/sol3/papers.cfm?abstract_id=1368068
Obeng, George Yaw and Evers,
Hans-Dieter (2009). Solar PV Rural Electrification and Energy-Poverty: A
Review and Conceptual Framework with Reference to Ghana. MPRA Paper
No.17136. Retrieved at September 25, 2011, from http://mpra.ub.uni-muenchen.de/17136/
Siswiyanti, Yayuk and Jahi, Amri
(2006). Mengembangkan Kapasitas Masyarakat Pedesaan dalam Berswasembada
Energi Melalui Pendidikan: Pengembangan Energi Hijau (Green Energy) sebagai
Energi Alternatif. Jurnal Penyuluhan, Juni 2006, Vol.2, No.2. Retrieved at
September 26, 2011, from http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/43028/Yayuk%20Siswiyanti.pdf
Supardi, Bibit (2007). Membangun
Desa Mandiri Energi Berbasis PLTMH di Kabupaten Klaten. PROSPECT, Agustus
2007, Tahun 3, Nomor 5. Retrieved at October 17, 2011, from http://bibitz.files.wordpress.com/2008/11/membangun-desa-mandiri-energi.pdf